Kamis, 27 Agustus 2009

Minyak jarak

PROSES PEMBUATAN MINYAK JARAK
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF


“Proses Pembuatan Minyak jarak sebagai Bahan Bakar Alternatif”,
Ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi semakin hari semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan bahan bakar terus meningkat. Hal ini menyebabkan harga bahan bakar minyak semakin meningkat. Untuk itu perlu dilakukan upaya penghematan serta upaya pengalihan bahan bakar dari bahan yang berasal dari minyak bumi menjadi sumber energi yang dapat diperbaharui. Salah satu bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar pengganti minyak bumi adalah tanaman jarak yang dapat menghasilkan minyak yaitu dari bijinya.
Minyak jarak diperoleh dengan cara pengepresan biji jarak dengan alat pengepres minyak. Alat pengepres yang digunakan dalam penelitian ini adalah hydraulic press. Pada penelitian ini juga digunakan alat pemecah biji jarak dan alat penghancur biji jarak yang akan memudahkan proses pengepresan minyak dari biji jarak.



Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu : 1) Penentuan Komposisi Biji Jarak, dengan cara melakukan analisis proksimat terhadap biji jarak, yang terdiri dari kadar protein, kadar air, kadar lemak, kadar abu dan karbohidrat (by difference), serta serat kasar. Tahap 2) yaitu Pengaruh Metode Pemanasan terhadap Mutu Minyak jarak yang dihasilkan. Metode pemanasan yang dilakukan terdiri dari 3 (tiga) perlakuan, yaitu pemanasan dengan cara blansir menggunakan uap air pada suhu 170oC selama 30 menit (P1), pemanasan dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit (P2) dan pemanasan dengan cara penggongsengan biji sehingga biji menjadi cukup panas untuk diekstraksi (P3). Parameter yang diamati pada penelitian tahap kedua adalah rendemen, bilangan iod, bilangan asam, indeks bias, berat jenis dan warna.
Dari hasil analisis proksimat biji jarak, diperoleh kadar air biji jarak sebesar 48.06% (bb), kadar protein 18.88 % (bk), kadar lemak (46.25)% bk, kadar abu 2.62 % bk, karbohidrat 32.25 %bk dan serat kasar 15.10 %. Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa biji jarak merupakan bahan yang sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber minyak.
Hasil percobaan penentuan metode pemanasan yang terbaik sebelum dilakukan ekstraksi minyak, maka pemanasan dengan cara penggongsengan menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi yaitu 27.95%, sedangkan pemanasan dengan cara oven menghasilkan rendemen 24.51% dan pemanasan dengan blansir uap 22.23 %.
Bilangan iod dari minyak jarak dipengaruhi oleh metode pemanasan pendahuluan,. Bilangan iod yang tertinggi diperoleh pada minyak hasil pemanasan dengan cara oven yaitu 92.85 mg iodin/g, sedangkan pemanasan dengan blansir dan penggongsengan mempunyai bilangan iod berturut-turut sebesar 90.9 dan 88.25 mg iodin/g.
Metode pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dari minyak biji jarak yang dihasilkan. Bilangan asam yang paling rendah diperoleh pada pemanasan dengan menggunakan oven yaitu sebesar 3.79 mg KOH/g, sedangkan pemanasan dengan menggunakan blansir uap menghasilkan minyak dengan bilangan asam 4.79 mg KOH/g, dan pemanasan dengan penggongsengan 5.34 mg KOH/g.
Berat jenis minyak dipengaruhi oleh metode pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak. Berat jenis minyak jarak pada proses pemanasan dengan blansir uap, adalah
0.954 sedangkan pada proses pemanasan dengan oven dan pemanasan dengan blansir berat jenisnya berturut-turut adalah 0.921 dan 0.962.
Indeks bias minyak tidak dipengaruhi oleh metode pemanasan pendahuluan. Dari hasil penelitian, indeks bias minyak yang tertinggi terdapat pada pemanasan pendahuluan dengan menggunakan oven yaitu sebesar 1.505, dan yang terendah pada pemanasan dengan penggongsengan yaitu 1.475, sedang pemanasan dengan blansir uap, indeks bias minyaknya sebesar 1.485.
Metode pemanasan pendahuluan sangat mempengaruhi warna minyak yang dihasilkan. Warna minyak pada pemanasan dengan oven terlihat lebih jernih dibanding pemanasan dengan penggongsengan. Pemanasan dengan blansir menghasilkan minyak yang berwarna bening/jernih keputihan, sedangkan minyak dari hasil pemanasan pendahuluan dengan penggongsengan menghasilkan warna minyak yang coklat.
Dari hasil pengamatan terhadap mutu minyak jarak yang dihasilkan, maka pemanasan dengan menggunakan oven memberikan mutu minyak jarak yang terbaik, sedangkan metode pemanasan dengan penggongsengan menghasilkan rendemen yang tertinggi, tetapi mutu minyak yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan minyak yang dihasilkan dari pemanasan pendahuluan dengan oven atau blansir uap.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi biji jarak dan pemanfaatannya sebagai sumber minyak serta sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak bumi, serta untuk mengetahui proses pembuatan minyak jarak dan karakteristik fisikokimia minyak jarak.
Dari hasil analisis proksimat pada biji jarak, diperoleh kandungan protein dari biji jarak sebesar 18.88% bk, kandungan lemak 46.25 %bk, kadar air 48.06%bb, kadar abu
2.62 %bk, karbohidrat (by difference) 32.25 %bk dan serat kasar 15.10 %bk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji jarak potensial digunakan sebagai sumber minyak, karena kandungan minyak dari biji jarak sebesar 46%. Bungkil hasil pengepresan minyak juga masih dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan pangan dengan melalui proses tertentu untuk menghilangkan racunnya, karena bungkil ini masih mengandung protein dan serat kasar yang cukup tinggi.
Proses pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak sebelum pengepresan dapat mempengaruhi rendemen dan mutu minyak jarak yang dihasilkan. Pemanasan dengan cara penggongsengan menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi, tetapi mutu minyak yang dihasilkan rendah. Sedangkan pemanasan dengan menggunakan oven suhu 105oC selama 30 menit, menghasilkan mutu minyak yang terbaik, dibanding pemanasan dengan blansir uap air pada suhu 170o C selama 30 menit atau penggongsengan.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas Rahmat dan hidayahNya sehingga laporan hasil penelitian yang berjudul “Proses Pembuatan Minyak Jarak Sebagai Bahan Bakar Alternatif” ini dapat diselesaikan.
Penyediaan bahan bakar alternatif selain bahan bakar minyak saat ini merupakan hal yang semakin mendesak karena ketersediaan minyak bumi yang sudah semakin menipis dan harganya yang terus menerus meningkat. Penelitian tentang alternatif bahan pengganti bahan bakar fosil masih diperlukan dan salah satu bahan baku yang dapat digunakan adalah minyak biji jarak.
Meskipun penelitian mengenai minyak biji jarak sudah banyak dilakukan, tetapi hingga saat ini aplikasinya di lapangan masih belum optimal. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh data-data mengenai karakteristik minyak jarak sehingga pemanfaatan dan aplikasinya sebagai bahan bakar pengganti solar dapat lebih dioptimalkan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, yang telah memberikan dana untuk terlaksananya penelitian ini, juga kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama dalam mengatasi krisis bahan bakar minyak yang saat ini tengah melanda dunia.
Medan, November 2005 Dekan Fakultas Pertanian USU
Prof.Ir.ZulkifliNasution,MSc.PD. NIP.131 570 478


PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada saat ini bahan bakar minyak (BBM) yang ada di pasaran disintesa dari produk petrokimia yang menggunakan bahan baku berasal dari minyak bumi. Ketersediaan minyak bumi sangat terbatas dan merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga harganya akan semakin meningkat. Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak bumi diperkirakan juga akan mengimpor bahan bakar minyak pada 20 tahun mendatang, karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri.
Untuk mengatasi krisis BBM ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan penghematan BBM yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005. Inpres ini mengatur tentang langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam rangka penghematan BBM. Selain upaya penghematan, maka upaya untuk mengatasi krisis BBM juga dapat dilakukan dengan mengalihkan pemanfaatan energi fosil (minyak) kepada energi yang terbarukan (renewable energy).
Upaya ke arah penyediaan bahan bakar alternatif selain bahan bakar fosil terus diupayakan, antara lain dengan mengubah bentuk mesin serta menyediakan sumber energi lain selain bahan bakar fosil. Di Indonesia, Penelitian tentang alternatif pengganti bahan bakar fosil sudah lama dilakukan yaitu dengan mencari bahan baku atau sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya akan sumber daya alam, sehingga mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin dalam energi yang terbarukan ini. Energi terbarukan yang dapat digunakan adalah etanol dan biodiesel yang bahan bakunya sangat melimpah di Indonesia. Bahan baku biodiesel atau etanol dapat berupa ketela pohon, tetes tebu, kelapa sawit atau biji jarak. Tanaman-tanaman penghasil biodiesel ini juga dapat dimanfaatkan untuk menyerap gas-gas CO2 dari udara untuk mengurangi pemanasan global sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Kyoto Protocol. Selain itu, bahan baku lain yang dapat diolah menjadi biodiesel juga dapat berasal dari bahan tidak terpakai atau limbah seperti eceng gondok, minyak bekas pakai, gas methanol dari sampah atau kotoran hewan serta limbah minyak kelapa sawit.
Tanaman jarak sudah dikenal oleh masyarakat, tetapi hanya sebatas sebagai tanaman pagar atau pembatas sawah petani, karena dianggap tidak ekonomis, sedangkan daun dan buahnya hanya digunakan untuk pakan ternak. Tanaman jarak adalah salah satu tanaman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Berdasarkan hasil Penelitian Manurung (2005), maka biji jarak dapat menghasilkan minyak yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel (solar) dan minyak tanah. Ekstraksi minyak dari buah jarak akan meningkatkan nilai ekonomi dari pohon jarak. Tanaman jarak dapat menghasilkan 40 ton biji per hektar dengan harga jual Rp.2000/kg.
Minyak jarak dihasilkan dari daging buah biji jarak melalui proses ekstraksi dengan menggunakan mesin pengepres minyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar lemak kasar yang terdapat pada biji jarak adalah 47.25%, protein kasar 24.60% , serat kasar 10.12%, kadar air 5.5%, abu 4.5% dan karbohidrat 7.99%. Kandungan iodin minyak biji jarak juga cukup tinggi yaitu 105,2 mg iodine/g. Biji jarak yang mengandung minyak dengan kadar cukup tinggi ini sangat mudah diekstraksi. Dalam perhitungan matematis, untuk membangkitkan pembangkit listrik tenaga diesel berkekuatan 1 Megawatt dibutuhkan 90 hektar pohon jarak (Suara Pembaruan, 2005).
Pohon jarak berasal dari Afrika Selatan, dan sudah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1940-an, saat penjajah Jepang menggunakan minyak jarak untuk penerangan di rumah-rumah penduduk dan sumber energi untuk menggerakkan alat-alat perang (Suara Pembaruan, 2005).
Di Indonesia, biodiesel khususnya biodiesel dari minyak jarak belum dimanfaatkan sebagai bahan bakar, baik untuk transportasi maupun industri. Berdasarkan hal ini, maka Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses pembuatan minyak jarak sebagai bahan bakar alternatif.

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : -Mengetahui komposisi kimia biji jarak -Mendapatkan metode ekstraksi minyak biji jarak yang terbaik yang dapat
menghasilkan rendemen minyak tertinggi. -Mengetahui komposisi asam lemak dari minyak biji jarak yang dihasilkan -Mempelajari aplikasi dari minyak biji jarak pada mesin diesel
3. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data dasar tentang sifat fisik dan komposisi biji jarak, proses pembuatan minyak jarak serta karakteristik dari minyak jarak. Data dasar tersebut berguna untuk merancang dan membangun alat pengepres minyak jarak yang dapat diterapkan di tingkat pengguna yaitu petani dan pengusaha minyak jarak. Dari data karakteristik minyak jarak juga dapat diketahui arah pemanfaatan minyak jarak, yang salah satunya adalah sebagai bahan bakar alternatif.
4. Hipotesis Penelitian
-Diduga metode pemanasan yang berbeda terhadap biji jarak sebelum diekstraksi akan mempengaruhi rendemen minyak biji jarak yang dihasilkan.


STUDI PUSTAKA YANG SUDAH DILAKUKAN
1. Tanaman Jarak
Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar, dan merupakan tanaman semak yang tumbuh dengan cepat hingga mencapai ketinggian 3-5 meter. Tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di tempat-tempat dengan curah hujan 200 mm hingga 1500 mm per tahun. Daerah penyebaran tanaman terletak antara 40o LS sampai 50o LU dengan ketinggian optimal 0-800 meter di atas permukaan laut (Hamdi, 2005).
Tanaman jarak memerlukan iklim yang kering dan panas terutama pada saat berbuah. Suhu yang rendah pada saat penanaman dan pembungaan akan sangat merugikan karena mudah terserang jamur. Tanaman jarak pagar tumbuh di daerah tropis dan subtropis, dengan suhu optimum 20 – 35o C. Kelembaban yang tinggi akan mendorong perkembangan jamur sehingga akan menurunkan produktivitas. Tanaman jarak pagar tergolong tanaman hari panjang, yaitu tanaman yang memerlukan sinar matahari langsung dan terus menerus sepanjang hari. Tanaman tidak boleh terlindung dari tanaman lainnya, yang berakibat akan menghambat pertumbuhannya (Hamdi, 2005).
Faktor utama yang berpengaruh terhadap tanaman adalah intensitas hujan, hari hujan perbulan dan panjang bulan basah. Intensitas hujan yang tinggi dalam bulan-bulan basah, akan mengakibatkan timbulnya serangan cendawan dan bakteri, baik di bagian atas maupun bagian dalam tanah. Pada saat berbunga dan berbuah membutuhkan bulan kering minimal 3 bulan (Hamdi, 2005).
Tanaman jarak tidak memerlukan tanah subur, tetapi lebih sesuai bila struktur tanahnya ringan. Umumnya produksi maksimum dicapai pada tanaman yang tumbuh di tanah lempung berpasir dengan pH 5 – 6.5. Jarak tidak tahan terhadap genangan air, sehingga drainase harus dilakukan dengan baik. Tanah yang ditanami harus bebas dari naungan sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup (Hamdi, 2005).
Jarak pagar hampir tidak memiliki hama karena sebagian besar bagian tubuhnya beracun. Tanaman ini mulai berbuah setelah berusia lima bulan dan mencapai produktivitas penuh pada usia 5 tahun. Buahnya berbentuk ellips dengan panjang 1 inchi dan memiliki 2-3 biji. Umur tanaman ini dapat mencapai 50 tahun (Suara Pembaruan, 2005).
Saat ini cara bercocok tanam jarak masih dilakukan secara sederhana, dan biasanya dilakukan bersama-sama dengan tanaman palawija seperti jagung, padi gogo, kedele, kacang tanah dan ketela pohon. Penanaman jarak dilakukan dengan cara memasukkan 2-3 biji pada setiap lubang sedalam kira-kira 3 cm pada tanah yang telah digemburkan dan diratakan. Waktu tanam perlu disesuaikan dengan keadaan iklim setempat serta jenis jarak yang akan ditanam. Penanaman sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan, untuk menjaga agar saat pembungaan tidak terkena hujan yang dapat mengakibatkan gugurnya bunga. Untuk mempercepat perkembangan dan pertumbuhan biji secara serentak, sebelum ditanam biji direndam selama 24 jam. Pemeliharaan tanaman dan pemupukan dapat dilakukan pada waktu tanaman berumur 3 minggu (Ketaren, 1986).
Pemupukan dapat diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan setelah tanaman berumur 3-4 minggu. Dipakai system hara berimbang (NPK) dosis pemakaian per hektar lahan 200 kg urea, 100 kg TSP dan 50 kg KCl. Tiap pohon memerlukan 50 gra, campuran urea, TSP dan KCL 2:2:1 pada saat tanam dan 20 gram urea setelah 3-4 minggu. Pemupukan dilakukan dengan melubangi tanah sedalam 5-7 cm di sekitar pohon sejauh 5-10 cm, kemudian ditutup tanah kembali.
Panen buah jarak dapat dilakukan pada saat buah jarak sudah mulai tua, yang ditandai dengan 75% buah pada sebuah malai sudah mengering. Ciri-ciri buah yang sudah dapat dipanen adalah batas antar ruang biji sudah tampak jelas bergaris. Pada satu buah terdapat 3 biji. Waktu panen harus tepat sebab keterlambatan akan mengakibatkan pecahnya kulit biji dan biji akan terlempar keluar (Trubus, 2005).
Panen dilakukan dengan cara memotong malai menggunakan pisau yang tajam. Buah yang masih berkulit kemudian dijemur selama 3 hari dan kulit buah akan pecah dengan sendirinya. Biji-biji yang diperoleh dijemur kembali sampai kering kemudian disimpan (Ketaren, 1986). Biji dan buah dipisahkan dengan cara ditampi kemudian biji dijemur kembali hingga kering dan siap diolah menjadi minyak jarak pagar. Hasil panen tergantung dari kondisi tanah dan pemeliharaan. Satu pohon jarak dapat menghasilkan 10-15 kg/tahun apabila tanaman dipelihara dan diberi pemupukan dengan baik (Hamdi, 2005).
2. Manfaat Tanaman Jarak
Bagian tanaman jarak yang dapat dimanfaatkan adalah biji, akar, daun dan minyak dari bijinya. Bagian daun digunakan sebagai obat untuk penyakit koreng, eczema, gatal (pruritus), batuk sesak dan hernia. Bagian akar digunakan untuk rematik sendi, tetanus, epilepsy, bronchitis pada anak-anak, luka terpukul, TBC kelenjar dan schizophrenia (gangguan jiwa). Bagian biji digunakan untuk mengurangi kesulitan buang air besar (konstipasi), kanker mulut rahim dan kulit (carcinoma of cervix and skin), visceroptosis/gastroptosis, kesulitan melahirkan dan retensi plasenta/ari-ari, kelumpuhan oton muka, TBC kelenjar, bisul, koreng, scabies ,infeksi jamur dan bengkak.
Minyak jarak dihasilkan dari biji buah jarak dengan proses ekstraksi menggunakan mesin pengepres atau menggunakan pelarut. Crude bio oil dihasilkan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut dan kemudian dilanjutkan dengan proses pirolisis, dan untuk menghasilkan modified bio oil dilanjutkan dengan proses partial cracking. Modified bio oil dapat digunakan sebagai bahan substitusi minyak tanah (Suara Pembaruan, 2005). Bahan bakar biji jarak ini dapat digunakan sebagai alternatif sumber energi yaitu sebagai pengganti bahan bakar solar, sehingga bias digunakan untuk mobil dengan mesin diesel, mesin penggilingan beras dan kapal-kapal nelayan .
Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth dan sebagai bahan baku dalam industri-industri plastic dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986).
Sebelum digunakan untuk berbagai keperluan, minyak jarak perlu diolah lebih dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidrasi, oksidasi, hidrogenasi, sulfitasi, penyabunan dan sebagainya. Pengolahan tersebut mengakibatkan perubahan sifat fisiko-kimia minyak jarak (Ketaren, 1986).
3. Komposisi Kimia Biji dan Minyak Jarak
Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan komposisi kimia seperti pada Tabel 1. Minyak jarak mempunyai kandungan asam lemak seperti pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi kimia biji jarak (Ketaren, 1986)
Komponen Jumlah (%)
Minyak Karbohidrat 54 13
Serat 12.5
Abu 2.5
Protein 18


Tabel 2. Kandungan asam lemak minyak biji jarak (Ketaren, 1986)
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Risinoleat 86
Asam Oleat 8.5
Asam Linoleat 3.5
Asam Stearat 0.5-2.0
Asam Dihidroksi Stearat 1-2


4. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jarak
Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis. Kekentalan (viskositas) dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alcohol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relative rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan tokoferol relatif kecil (0.05%), serta kandungan asam lemak essensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, 1986). Sifat fisik dan kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia minyak jarak
Karakteristik Nilai
Viskositas (gardner-hold), 25o C Bobot Jenis 20/20o C Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Bilangan tak Tersabun Bilangan Iod (Wijs) Warna (appearance) Warna Gardner (max) Indeks Bias u-v (6.3-8.8 st) 0.957 – 0.963 0.4 – 4.0 176 – 181 0.7 82 – 88 Bening Tidak lebih gelap dari 3’ 1,477 – 1,478
Kelarutan dalam alkohol (20oC) Bilangan asetil Titik Nyala (tag close cup) Titik Nyala (cleveland open cup) Antoignition temperature Titik Api Titik Didih Jernih (tidak keruh) 145 – 154 230 oC 285 oC 449 oC 322 oC Dec
Putaran optik, 200 mm Koefisien Muai per o C Pour Point +7, 5s D + 9,0 0,00066 -33oC
Tegangan Permukaan pada 20o C 39,9 dyne/cm
Sumber : Bailey (!950) di dalam Ketaren (1986)

Sebagai alternatif bahan bakar minyak, maka minyak biji jarak sudah memenuhi syarat ideal sebuah bahan bakar, yaitu nilai kalorinya 35,58 MJ/kg, bilangan asam 3,08 mg KOH/g, titik nyala 290oC, viskositas 50,80 cSt dan densitas 0,0181 g/cm3. Minyak jarak Jatropha curcas L berwarna kuning bening, memiliki bilangan iodine tinggi yaitu 105,2 mg yang berarti kandungan minyak tak jenuhnya sangat tinggi, terutama terdiri atas asam oleat dan linoleat yang mencapai 90% (Trubus, 2005).
Minyak jarak pagar (jatropha) mempunyai ikatan rangkap sehingga viskositasnya rendah (encer), sedangkan minyak jarak ricinus (Ricinus communis), tidak memiliki ikatan rangkap dan mempunyai gugus OH sehingga minyaknya lebih kental. Pada suhu 25oC viskositas minyak jarak ricinus mencapai 600-800 cP dan pada suhu 100oC mencapai 15-20 cP, sehingga minyak jarak ricinus sesuai untuk digunakan sebagai pelumas (Trubus, 2005).
Minyak jarak ricinus mengandung asam risinoleat yang sangat tinggi yaitu 89,5%, juga ngandung asam lemak linoleat 4,2%, asam oleat 3,0%, asam stearat 1,0%. Asam risinoleat mempunyai nilai saponifikasi 186, nilai wijs iodine 89 dan titik leleh 5,5oC (Trubus, 2005).


5. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak
Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi : pengeringan buah jarak untuk mengeluarkan biji dari buah jarak, pengeringan biji jarak hingga diperoleh kadar air biji 6%, pemisahan kulit biji (cangkang) dengan daging biji yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin pemisah biji jarak, proses pemanasan daging biji (steam) pada suhu 170oC selama 30 menit, penghancuran daging biji , pengepresan minyak dengan menggunakan mesin pengepres, dan penyaringan minyak (Trubus, 2005).
Bungkil biji jarak dari hasil pengepresan minyak jarak dapat digunakan sebagai pakan ternak setelah terlebih dahulu membuang racun ricin dan kurkinnya. Kadar racun jarak yang ditanam di Indonesia belum diketahui, sedangkan jarak Riccinus communis yang dibudidayakan di negara-negara lain seperti Afrika Selatan, Israel dan Turki berkadar ricin 3,3-3,9 mg/g. Setelah proses pemanasan racun kurkin akan kehilangan daya toksiknya, sedangkan racun ricin dapat dihilangkan dengan perlakuan kimiawi, yaitu dengan menambahkan etanol dan NaOH (Trubus, 2005).
Tempurung jarak juga masih dapat dimanfaatkan melalui teknologi pirolisa dan dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor (Trubus, 2005).
6. Karakteristik Umum Biodiesel
Karakteristik umum yang perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar diesel antara lain viskositas, cetane index, berat jenis, titik tuang, nilai kalor pembakaran, volatilitas, kadar residu karbon, kadar air dan sediment, indeks diesel, titik embun, kadar sulfur dan titik nyala.
-Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler Terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Ika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor (Shreve, 1956).
Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat (Shreve, 1956).
-Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran antara normal setana (C16H34) dengan alpha methyl naphthalene (C10H7CH3) atau dengan heptamethylnonane (C16H34). Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane memiliki angka setana 15. Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut (Shreve, 1956).
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi (Shreve, 1956).
-Berat Jenis
Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan kilogram per meter kubik (kg/m3).
-Titik Tuang
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana mulai terbentuk kristal-kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium),semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97 (Shreve, 1956).
-Nilai Kalor Pembakaran
Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb calorimeter kemudian dimasukkan dalam rumus :


Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang terkandung dalam satu kilogram bahan bakar (Shreve, 1956).
-Volatilitas
Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa menjadi fasa uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan tingginya volatilitas (Shreve, 1956).
-Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar . Adanya fraksi hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit karbon ini dapat membara, sehingga menaikkan temperatur silinder pembakaran (Shreve, 1956).
- Kadar Air dan Sedimen
Pada negara yang mempunyai musim dingin kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikroorganisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan mesin (Shreve, 1956).


- Indeks Diesel
Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar mesin diesel selain angka setana. Mutu penyalaan dari bahan bakar diesel dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar dapat menyala di ruang pembakaran dan diukur setelah penyalaan terjadi. cara menentukkan indeks diesel dari suatu bahan bakar mesin diesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi oleh titik anilin dan berat jenisnya (Shreve, 1956).
-Titik Embun
Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna suram relatif terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses pendinginan. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97.
-Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straightrun) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari kandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan karena keberadaan oksida belerang seperti SO2 dan SO3. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D1551 (Shreve, 1956).
- Titik nyala ( flash point)
Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat menyala. Hal ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar (Shreve, 1956).




BAHAN DAN METODE
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Juli hingga September 2005, dan dilaksanakan di laboratorium Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU Medan.
2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak yang berasal dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) yang sudah tua yang diperoleh dari petani serta dari hasil tanaman jarak yang ditanam di areal Fakultas Pertanian USU. Biji jarak yang digunakan adalah biji jarak yang sudah tua yang ditandai dengan kulit buah yang sudah mengering dan batas antar ruang biji di dalam buah sudar terlihat jelas bergaris. Bahan lainnya adalah bahan-bahan kimia untuk analisa kadar lemak, kadar protein, serta analisa karakteristik minyak biji jarak yaitu bilangan iod dan bilangan asam.
Alat-alat yang digunakan dalam Penelitian ini terdiri dari mesin pengupas biji jarak, dan mesin pengepres minyak jarak yaitu hydraulic press serta alat-alat gelas untuk analisa kimia minyak jarak yang dihasilkan.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu : Tahap I : Penentuan Komposisi Kimia Biji Jarak, Tahap II : Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Mutu Minyak Jarak.
Tahap I : Penentuan Komposisi Kimia Biji Jarak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia dari biji jarak. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati biji jarak yaitu : berat biji rata-rata, berat cangkang dan berat daging bijinya, kemudian dilakukan analisa proksimat terhadap kadar air (metode oven, AOAC, 1995), kadar lemak (metode soxhlet), kadar protein (Kjeldahl), kadar abu dan karbohidrat (by difference), juga dilakukan analisa serat kasar dari biji jarak.
Tahap II :Pengaruh Metode Pemanasan Daging Buah Biji Jarak Terhadap Rendemen Minyak
Penelitian tahap II ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pemanasan biji jarak sebelum diektraksi terhadap rendemen minyak jarak yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan pemanasan sebelum diekstraksi yaitu dengan cara blansir menggunakan uap air panas selama 30 menit pada suhu 170o C, pemanasan dengan menggunakan oven suhu 105o C dan pemanasan dengan cara penggongsengan biji. Percobaan dilakukan dalam 3 ulangan, dan proses ekstraksi minyak jarak dilakukan sebagai berikut : -Buah hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari, hingga kadar airnya
mencapai 6%. Kemudian dikumpukan dalam satu wadah. -Dilakukan pemisahan daging buah dengan cangkang (tempurung) dengan
menggunakan mesin pengupas biji jarak. -Daging buah dipanaskan sesuai dengan perlakuan -Daging buah dihancurkan dengan blender -Bubur buah yang dihasilkan dipress dengan mesin pengepress -Minyak yang dihasilkan ditampung dan kemudian disaring -Dihitung rendemen minyak yang dihasilkan

Metode pemanasan yang menghasilkan rendemen minyak yang terbanyak dipilih sebagai metode pemanasan yang terbaik.
Minyak jarak yang dihasilkan juga dianalisis karakteristiknya yang meliputi bilangan iod, bilangan asam, BJdan indeks bias (Apriyantono et al, 1989).

4. Metode Pengamatan
Karakteristik Minyak Jarak
a. Bilangan Iod (Metode Wijs, Apriyantono et al, 1989).
- Sampel minyak ditimbang 0.5 g di dalam Erlenmeyer bertutup, kemudian dipanaskan.
- Ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sample minyak.
- Ditambahkan 25 ml pereaksi Wijs, ditempatkan di ruang gelap selama 30 menit sambil sekali-sekali dikocok.
- Ditambahkan 20 ml larutan KI 15%, dikocok merata. Erlenmeyer dan tutupnya dicuci dengan 100 ml aquades yang baru dan dingin, dan cucian dimasukkan ke dalam larutan.
- Dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N dengan pengocokan yang konstan. Digunakan pati 1% sebagai indikator.
- Blanko dibuat seperti pada penetapan sample, dimana minyak diganti dengan kloroform.
- Bilangan iod dihitung dengan menggunakan perhitungan berikut :





b. Bilangan Asam (Apriyantono, 1989).
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Cara penentuan bilangan asam adalah sebagai berikut :
-20 g minyak ditimbang dalam Erlenmeyer 250 ml -Ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan hingga mendidih (± 10 menit) dalam penangas air sambil diaduk.
-Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N, menggunakan indicator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten selama 10 detik.
-Bilangan asam dihitung dengan perhitungan berikut :



G = berat sample
M = berat molekul asam lemak yang dominant dalam minyak.

c. Berat Jenis (Apriyantono et al, 1989)
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat dari volume sample minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (25o C). Cara penentuan berat jenis adalah sebagai berikut :

- Pikonometer dibersihkan dan ditimbang -Kemudian piknometer diisi dengan aquades bersuhu 20-30o C. Pengisian dilakukan sampai air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya.
- Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu 25o C dengan toleransi 0.2oC selama 30 menit.
- Botol diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas pengisap.
- Ditimbang berat botol dengan isinya.
- Contoh minyak jarak disaring dengan kertas saring untuk membuang benda asing dan kandungan air. Selanjutnya contoh minyak diperlakukan sama seperti langkah di atas.
- Berat jenis minyak dihitung sebagai berikut :


d. Indeks Bias (Apriyantono et al, 1989)
Indeks bias didefenisikan sebagai Perbandingan dari kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan cahaya dalam medium tertentu. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalitis. Cara penentuannya adalah sebagai berikut :
- Beberapa tetes minyak diteteskan pada prisma refraktometer Abbe, yang sudah distabilkan pada suhu tertentu.
- Dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai suhu refraktometer.
- Dilakukan pembacaan indeks bias.
- Indeks bias dikoreksi untuk suhu standar dengan menggunakan rumus berikut :
: R = R’ – K (T’-T)
R = Indeks bias pada suhu standar
R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan
T = suhu standar
T’ = suhu pembacaan
K = 0.000385


e. Warna
Warna minyak jarak ditentukan secara visual (subjektif) yaitu dengan cara mengamati warna dari minyak jarak yang dihasilkan.



HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Biji Jarak
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap biji jarak yang meliputi rendemen biji, bentuk biji, perbandingan berat kulit biji dan endosperm (daging) biji serta komposisi kimia biji jarak.
a. Bentuk dan Rendemen Biji Jarak
Buah jarak berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 3-3.5 cm panjang dan diameter sekitar 2.5 cm. Buah jarak yang dapat dimanfaatkan bijinya sebagai sumber minyak adalah buah jarak yang sudah tua, dengan ciri-ciri batas antara ruang biji sudah tampak jelas bergaris. Pada satu buah terdapat 3 (tiga) biji. Biji jarak pagar berwarna hitam dan berbentuk lonjong. Panjang biji berkisar antara 1.5 – 2.0 cm sedangkan diameternya 1 cm.
Dari hasil pengamatan terhadap buah jarak yang baru dipanen, sebanyak 1 kg buah jarak akan menghasilkan 213 gram biji jarak yang masih mengandung air sebesar 48%. Hal ini berarti rendemen biji jarak dalam keadaan basah adalah 21.3% dan bagian terbesar dari buah jarak adalah daging buah yaitu 78.7%. Dalam pengolahan biji jarak menjadi minyak, maka biji jarak dikeringkan hingga kadar air mencapai 6%, sehingga dari 1 kg buah jarak basah akan diperoleh biji karet yang sudah kering sebanyak 117.4 g atau 11.74%.
b. Perbandingan Berat Kulit Biji dan Endosperm Biji Jarak
Perbandingan antara berat kulit biji jarak dan endosperm (daging) biji jarak pada saat basah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel
4. Perbandingan berat kulit biji dan endosperm biji jarak basah.

Dari Tabel 4 diketahui perbandingan kulit dan endosperm biji jarak adalah 30% kulit dan 70% daging (endosperm).
c. Komposisi Kimia Biji Jarak
Penentuan komposisi kimia biji jarak dilakukan dengan cara analisa proksimat biji yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kadar lemak biji jarak mencapai 46%, sehingga biji jarak sangat potensial digunakan sebagai sumber lemak/minyak. Selain itu biji jarak juga mengandung protein dan serat yang cukup tinggi. Pada proses pengolahan minyak biji jarak, protein dan serat ini masih tetap terdapat pada bungkil/ampasnya. Tetapi bungkil ini juga masih mengandung racun yaitu ricin dan kurkin. Racun kurkin dapat hilang pada proses pemanasan , sedang ricin dihilangkan dengan proses kimiawi, yaitu dengan menambahkan etanol dan natrium hidroksida (Trubus, 2005). Sehingga bungkil/ampas dari proses pembuatan minyak jarak cukup potensial untuk digunakan baik sebagai pakan ternak maupun bahan pangan.
Pada penelitian ini komposisi asam lemak dari minyak jarak belum dilakukan. Berdasarkan hasil analisa dari Gubitz et al., (1998), maka komposisi asam lemak dari lemak biji jarak dapat dilihat pada Tabel 6. Asam lemak yang dominan terdapat pada minyak jarak adalah asam oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Asam oleat memiliki satu ikatan rangkap, sedangkan asam linoleat memiliki dua ikatan rangkap. Tingginya asam lemak tidak jenuh pada minyak jarak ini menyebabkan minyak
jarak berbentuk cair pada suhu ruang. Asam oleat dan linoleat memiliki titik cair yang rendah, yaitu 14oC untuk oleat dan 11oC untuk asam linoleat (Ketaren, 1986).
Tabel 6. Komposisi asam lemak minyak biji jarak *)
Asam Lemak Komposisi (%)
Asam Miristat 0.0 – 0.1
Asam Palmitat 14.1 – 15.3
Asam Stearat 3.7 – 9.8
Asam Arakidat 0.0 – 0.3
Asam Behenat 0.0 – 0.2
Asam Palmitoleat 0.0 – 1.3
Asam Oleat 34.3 – 45.8
Asam Linoleat 29.0 – 44.2
Asam Linolenat 0.0 – 0.3

*) Sumber : Gubitz et al., (1998)
2. Proses Pembuatan Minyak Biji Jarak
Minyak jarak dapat diperoleh dari biji jarak yang sudah tua dan diproses dengan cara pengepresan. Pada penelitian ini biji jarak yang digunakan adalah biji jarak pagar dari buah yang sudah cukup tua, yang ditandai dengan kulit buah yang sudah menguning. Buah yang masih berkulit ini kemudian dijemur selama 3 hari hingga kering dan kulitnya menjadi pecah dengan sendirinya. Untuk memisahkan bagian biji dengan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat pemisah biji. Dengan alat ini, persentase biji utuh yang diperoleh sekitar 48% dan biji pecah 3%.
Biji yang sudah dipisahkan dari cangkangnya kemudian diberi pemanasan pendahuluan, yaitu berupa pemanasan dengan uap pada suhu 170oC selama 30 menit, pemanasan dengan oven pada suhu 105o C selama 30 menit serta pemanasan dengan penggongsengan biji sehingga biji cukup panas untuk dilakukan pengepresan.
Pemanasan merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan minyak, yang bertujuan untuk menyatukan dan mengumpulkan butir-butir minyak sehingga memungkinkan minyak dapat mengalir keluar dari daging biji dengan mudah serta dapat mengurangi afinitas minyak pada permukaan biji sehingga pekerjaan pemerasan menjadi lebih efisien (Ketaren, 1986). Selain itu, pemanasan juga dimaksudkan untuk menonaktifkan enzim-enzim, sterilisasi pendahuluan, menguapkan air hingga kadar air tertentu, meningkatkan keenceran minyak, menggumpalkan beberapa protein sehingga memudahkan pemisahan lebih lanjut dan mengendapkan beberapa pospatida yang tidak dikehendaki (Makfoeld, 1982).
Pengepresan biji jarak dalam penelitian ini dengan menggunakan alat pengepres hidraulik. Tujuan pengepresan adalah untuk mengeluarkan minyak yang ada di dalam daging biji. Dari hasil pengempaan ini dihasilkan minyak jarak sekitar 28-40% dan bungkil yang masih mengandung minyak dengan kadar 10-20 % tergantung metode pemanasan pendahuluan yang dilakukan, lama dan cara pengempaan. Pada pengempaan hidraulik, daging biji yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam kain saring, kemudian dikempa pada tekanan 110 kg/cm2 selama 15 menit sampai semua minyak keluar dan ditampung.
3. Pengaruh Metode Pemanasan Biji Jarak Terhadap Rendemen Minyak
Dalam proses ekstraksi minyak, maka tingkat rendemen minyak yang dihasilkan akan menentukan efisiensi dari proses ekstraksi. Dalam penelitian ini, sebelum esktraksi minyak jarak dengan pengempa hidraulik, maka dilakukan pemanasan pendahuluan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak dari sel-sel dan jaringan sehingga proses ekstraksi menjadi lebih sempurna.
Metode pemanasan biji jarak sebelum diektraksi ternyata dapat mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 7 dan data hasil pengamatan disajikan pada Lampiran 1. Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) perlakuan pemanasan, yaitu cara blansir menggunakan uap panas selama 30 menit pada suhu 170oC (P1), pemanasan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC (P2) dan pemanasan dengan cara penggongsengan (P3).
Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 1 , maka rendemen minyak yang tertinggi diperoleh pada perlakuan pemanasan dengan cara penggongsengan. Hal ini disebabkan karena dengan penggongsengan kadar air dipermukaan biji jarak menjadi rendah, dan suhu permukaan biji jarak menjadi lebih tinggi dibanding pemanasan dengan oven. Pemanasan dengan uap menggunakan suhu yang paling tinggi yaitu 170oC, tetapi pada penelitian ini sumber uap yang digunakan adalah uap dari air panas, sehingga justru dapat meningkatkan kadar air dari biji jarak, hal ini akan menyulitkan proses pengeluaran minyak dari biji. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin mudah minyak keluar dari bahan karena pemanasan dapat mengakibatkan minyak menjadi encer.
Tabel 7. Pengaruh metode pemanasan biji jarak terhadap rendemen minyak
Metode Pemanasan Rendemen Minyak
Blansir uap panas (P1) 22.23a
Pemanasan dengan Oven (P2) 24.51b
Penggongsengan (P3) 27.95c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji wilayah berganda Duncan pada taraf 5%.
Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dalam penelitian ini masih cukup rendah yaitu berkisar antara 22-27%, sedangkan kadar minyak yang terdapat dalam biji jarak yang digunakan adalah sebesar 46%. Hal ini menunjukkan bahwa pada bungkil biji jarak masih terdapat minyak sebesar 19-24%. Rendahnya rendemen minyak jarak yang dihasilkan, disebabkan karena alat pengepres biji jarak yang digunakan masih sangat sederhana yaitu berupa hydraulic press. Untuk dapat mengeluarkan minyak dari biji jarak secara maksimum maka alat pengepres yang digunakan hendaknya berupa screw press ataupun alat pengepress yang menggunakan motor sebagai penggerak.

4. Karakteristik Minyak Biji Jarak
Karakteristik minyak biji jarak yang diamati dalam penelitian ini adalah bilangan iod, bilangan asam, berat jenis, turbidity point dan indeks bias. Minyak biji jarak yang diamati adalah minyak biji jarak hasil pengepresan dengan menggunakan alat pengepres hidraulik (hydraulic press), dan dengan menggunakan 3 (tiga) metode pemanasan pendahuluan. Data hasil pengamatan disajikan pada Lampiran 2, 3, 4 dan 5, sedangkan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 8.



Gambar 1. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Rendemen dari Minyak Biji Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 = Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan dengan Penggongsengan)

Tabel 8. Karakteristik minyak biji jarak yang dihasilkan dari 3 (tiga) metode pemanasan pendahuluan.

Metode Pemanasan Bilangan Iod (mg Bilangan Asam (mg Berat Jenis (g/cm3 , Indeks Bias Warna
iodin/g) KOH/g) 25oC)
P1 90.90b 4.79a 0.954a 1.51a Bening keputihan
P2 92.85c 3.79a 0.921b 1.49a Bening
P3 88.25a 5.34a 0.962a 1.48a Bening kecoklatan

Keterangan : P1 = pemanasan dengan cara blansir dengan uap air selama 30 menit suhu 170oC, P2 = pemanasan dengan oven suhu 105oC, P3 = pemanasan dengan penggongsengan. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji wilayah berganda Duncan pada taraf 5%
a. Bilangan Iod
Bilangan iod didefenisikan sebagai jumlah garam iodin yang diserap oleh 100 g
minyak. Nilai yang diperoleh menunjukkan derajat ketidak jenuhan minyak. Pada
penelitian ini, metode penentuan bilangan iod dilakukan dengan metode Wijs. Prinsip
dasar dari metode ini adalah gliserida tak jenuh mempunyai kemampuan mengabsorbsi sejumlah iod, khususnya apabila dibantu dengan suatu carrier seperti iodine klorida, membentuk suatu senyawa jenuh. Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukkan ketidak jenuhan minyak. Ke dalam sejumlah sample minyak ditambahkan iod berlebih, dam kelebihan iod dititrasi dengan Na-tiosulfat sehingga iod yang diabsorbsi oleh minyak dapat diketahui jumlahnya (Apriyantono et al., 1989).
Analisis sidik ragam untuk bilangan iod (Lampiran 2) dan nilai rataan bilangan iod (Tabel 8) menunjukkan bahwa metode pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap bilangan iod minyak jarak. Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 1, terlihat bahwa bilangan iod yang paling tinggi terdapat pada minyak jarak yang dihasilkan melalui pemanasan pendahuluan dengan cara pengovenan pada suhu 105oC. Hal ini menunjukkan bahwa pemanasan dengan oven pada suhu 105oC, tidak menyebabkan putusnya ikatan rangkap yang terdapat pada rantai atom C dari asam lemak tidak jenuhnya. Pemutusan ikatan rangkap pada minyak dapat disebabkan oleh proses hidrogenasi atau terjadinya oksidasi pada minyak.
Proses hidrogenasi pada minyak bertujuan untuk menstabilkan minyak sehingga masa simpannya lebih panjang. Proses oksidasi pada minyak terjadi karena aksi oksigen dari udara terhadap minyak. Dalam bahan yang mengandung minyak/lemak, konstituen yang paling mudah mengalami oksidasi adalah asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986). Pada proses pemanasan pendahuluan dengan penggongsengan, maka terjadinya reaksi oksidasi minyak yang terdapat pada biji jarak lebih mudah terjadi, karena penggongsengan dilakukan pada udara yang terbuka serta suhu yang relatif lebih tinggi. Semakin tinggi suhu pemanasan maka terjadinya oksidasi minyak akan semakin cepat. Selain itu oksidasi juga akan dipercepat oleh adanya radiasi misalnya oleh panas atau cahaya, adanya katalis atau bahan pengoksidasi seperti peroksida, perasid, ozon, asam nitrat dan beberapa senyawa organic nitro dan aldehid aromatik (Ketaren, 1986).

Gambar 2. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Bilangan Iod dari Minyak Biji Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 = Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan dengan Penggongsengan)
b. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas dan dihitung berdasarkan berat molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Metode pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bilangan asam dari minyak jarak yang dihasilkan. Tetapi nilai bilangan asam yang dihasilkan dalam penelitian ini masih cukup tinggi seperti terlihat pada Lampiran 3 dan Tabel 8. Bilangan asam yang paling tinggi terdapat pada pemanasan pendahuluan dengan cara blansir (P1), dan yang terendah pada pemanasan dengan oven (P2) seperti terlihat pada Gambar 3.
Tingginya bilangan asam pada minyak hasil proses pemanasan dengan blansir (P1) dan pemanasan dengan penggongsengan (P2) menunjukkan minyak tersebut sudah mengalami kerusakan dimana trigliserida minyak sudah terdegradasi membentuk asam lemak bebas.


Gambar 3. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Bilangan Asam dari Minyak Biji Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 = Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan dengan Penggongsengan)
c. Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25oC dengan berat air pada volume dan suhu yang sama, dan dapat digunakan untuk minyak dalam bentuk cair. Pada penelitian ini berat jenis diukur dengan menggunakan alat piknometer, sedangkan data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 4 dan Tabel 8.
Dari Tabel 8 terlihat bahwa berat jenis minyak jarak dipengaruhi oleh metode pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak. Semakin tinggi suhu pemanasan maka berat jenis akan semakin besar, karena minyak yang dihasilkan semakin kental. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4, dimana minyak dari hasil pemanasan dengan pemanggangan mempunyai berat jenis sebesar 0.962 sedangkan pemanasan dengan blansir (P1) dan pemanasan dengan oven (P2) minyak yang dihasilkannya mempunyai berat jenis berturutturut sebesar 0.954 dan 0.921.


Gambar 4. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Berat Jenis dari Minyak Biji Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 = Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan dengan Penggongsengan)
d. Indeks Bias
Berdasarkan hasil pengamatan pada Lampiran 5 dan Tabel 8, maka metode pemanasan pendahuluan tidak mempengaruhi indeks bias dari minyak yang dihasilkan (P>0.05). Tetapi ada kecenderungan indeks bias menurun dengan meningkatnya suhu pemanasan (Gambar 5). Indeks bias minyak yang tertinggi diperoleh pada pemanasan dengan oven (P2) yaitu sebesar 1.505, dan indeks bias yang terendah pada pemanasan dengan penggongsengan (P3) sebesar 1.475, sedangkan pada pemanasan dengan blansir (P1) indeks biasnya sebesar 1.485. Hal ini disebabkan,pada pemanasan dengan penggongsengan suhu yang digunakan terlalu tinggi, sehingga minyak mengalami oksidasi yang mengakibatkan putusnya ikatan rangkap pada molekul lemak. Hilangnya ikatan rangkap menyebabkan minyak menjadi jenuh dan ini akan menurunkan nilai indeks bias dari minyak.


Gambar 5. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Indeks Bias dari Minyak Biji Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 = Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan dengan Penggongsengan)
Indeks bias dari suatu zat adalah perbandingan dari sinus sinar jatuh dan sinus sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap maka indeks bias akan semakin besar. Indeks bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu (Ketaren, 1986).
e. Warna
Warna dari minyak jarak pada penelitian ini ditentukan secara visual (subjektif). Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 (dua) golongan, yaitu zat warna alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah. Minyak jarak yang dihasilkan dari penelitian ini berwarna bening untuk perlakuan pemanasan dengan blansir (P1), berwarna bening untuk perlakuan pemanasan dengan oven (P2) dan berwarna bening kecoklatan untuk perlakuan pemanasan dengan penggongsengan (P3), seperti terlihat pada Tabel 8.
Terbentuknya warna yang gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi, suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada saat pengepresan, serta adanya logam seperti Fe, Cu dan Mn (Ketaren, 1986).
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka metode pemanasan pendahuluan dengan oven (P2) merupakan metode pemanasan yang dapat menghasilkan minyak jarak dengan mutu yang baik, walaupun rendemen yang dihasilkannya lebih rendah daripada pemanasan dengan penggongsengan.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1 Biji jarak mengandung kadar lemak yang cukup tinggi yaitu sekitar 47% sehingga biji jarak sangat potensial digunakan sebagai sumber minyak,
2 Minyak biji jarak mengandung ikatan rangkap sehingga minyak ini berbentuk cair pada suhu ruang dan mempunyai titik cair yang rendah.
3 Proses pembuatan minyak jarak dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, yaitu dengan pengepresan dengan alat hydraulic press.
4. Metode pemanasan pendahuluan pada biji jarak sebelum diekstraksi dapat mempengaruhi rendemen dan mutu minyak jarak yang dihasilkan. Pemanasan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 30 menit memberikan rendemen minyak sebesar 24.51% dengan mutu yang terbaik, yaitu bilangan iod
92.85 mg iod/g, bilangan asam 3.21 mg KOH/g, berat jenis 0.921, indeks bias 1.505 dan warna minyak bening. Rendemen minyak yang tertinggi diperoleh pada pemanasan dengan cara penggongsengan yaitu sebesar 27.95%, tetapi mutu minyak yang dihasilkan dengan cara ini rendah.
4 Minyak jarak sangat potensial dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :
1 Hendaknya dicara metode pengepresan lainnya, yang dapat memaksimalkan rendemen minyak, misalnya dengan cara screw press.
2 Perlu dicari alat pengepres dengan teknologi tepat guna sehingga dapat diterapkan pada petani atau skala rumah tangga.
3 Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi minyak jarak sebagai bahan bakar alternatif, pada mesin-mesin yang menggunakan solar seperti mesin diesel atau kenderaan berbahan bakar solar lainnya.

Selengkapnya...

Rabu, 26 Agustus 2009

Pemanasan Global

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-geofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.

Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.

* Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
* Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
* Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‘buram’ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
* Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
* Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.

Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang.

Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup : (a) arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) arahan pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan, sumber daya air, dan air baku.

Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah, maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan RTRWN (PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah nasional ke depan. (mohon periksa Tabel 3 pada Lampiran). Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebagai berikut :

* globalisasi ekonomi dan implikasinya,
* otonomi daerah dan implikasinya,
* penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya,
* pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan,
* pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi,
* daur ulang hidrologi,
* penanganan land subsidence,
* pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta
* pemanasan global dan berbagai dampaknya.

Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e) belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung merugikan kawasan pesisir.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994), maka dampak kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua

Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya, Singkawang, Ketapang, Makassar, Pare-Pare, Sinjai. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 1 pada Lampiran).

Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenaikan muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan tertinggal. (selengkapnya mohon periksa Tabel 2 pada Lampiran).

Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional, namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti :

* sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare, Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km).
* beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan Makassar.
* Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur dan Sulawesi bagian Selatan.
* Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang.

Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.

Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) sebagai berikut :

* Relokasi ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasan-kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi.
* Akomodasi ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area-area yang tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar.
* Proteksi ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip “working with nature”.

Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora-fauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau-pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya.

Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dapat diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu – khususnya hutan tropis - perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan hilir.
Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi Dampak Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci.

Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-tujuan berikut :

* Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-kota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi-fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap berlangsung.
* Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya.
* Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated coastal zone management).
* Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang, maka diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah - khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui public awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas batas.
* Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah yang disusun dengan memperhatikan faktor-faktor berikut :
* Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.
* Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan.
* Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah
* Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, maupun Perda - untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang ‘seimbang’ antar unsur-unsur stakeholders.
Selengkapnya...

PEMANASAN GLoBAL ( GLOBAL WARMING )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar belakang disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar. Makalh ini membahas tentang Pemanasan global atau global warming. Makalah ini disusun berdasarkan tentang perbincangan yang sedang hangat dibicarakan oleh dunia. Pemanasan global belum menemukan titik terang dalam penanggulangannya. Disini penulis berusaha menerangkan materi yang dibutuhkan sebagai referensi agar dapat menyempurnakan topik yang akan diperbincangkan.

1.2. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan juga sebagai prasyarat agar dapat mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS). Selain itu penyusunan ini juga untuk membuka jendela pengetahuan tentang permasalahan yang ada saat ini. Harapan penulis adalah agar makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, akan tetapi bermanfaat juga bagi meraka yang membutuhkan untuk referensi ataupun bahan bacaan semata.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemanasan Global

Pemanasan Global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Pemanasan Global akan diikuti dengan Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu.

2.2 Hubungan Pemanasan Global dengan Efek Rumah Kaca

Bumi ini sebetulnya secara alami menjadi panas karena radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga Bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat (60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan manusia untuk bisa bertahan hidup. Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca, suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC. Sayangnya, karena sekarang ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin panas.

2.3 Penyebab Pemanasan Global

Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.

Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir.

Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.

2.4 Dampak Pemanasan Global

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.

Dampak-dampak lainnya :

· Musnahnya berbagai jenis keanekragaman hayati
· Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir

· Mencairnya es dan glasier di kutub

· Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan

· Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.

· Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia

· Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan

· Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah-daerah baru karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)

· Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus pengungsian

2.5 Solusi Pemanasan Global

Jadilah Vegetarian

Memproduksi daging sarat CO2 dan metana dan membutuhkan banyak air. Hewan ternak seperti sapi atau kambing merupakan penghasil terbesar metana saat mereka mencerna makanan mereka. Food and Agriculture Organization (FAO) PBB menyebutkan produksi daging menyumbang 18% pemanasan global, lebih besar daripada sumbangan seluruh transportasi di dunia (13,5%). Lebih lanjut, dalam laporan FAO, “Livestock’s Long Shadow”, 2006 dipaparkan bahwa peternakan menyumbang 65% gas nitro oksida dunia (310 kali lebih kuat dari CO2) dan 37% gas metana dunia (72 kali lebih kuat dari CO2). Selain itu, United Nations Environment Programme (UNEP), dalam buku panduan “Kick The Habit”, 2008, menyebutkan bahwa pola makan daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2, sementara diet vegan per orangnya hanya menyumbang 190 kg CO2! Tidak mengherankan bila ahli iklim terkemuka PBB, yang merupakan Ketua Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB, Dr. Rajendra Pachauri, menganjurkan orang untuk mengurangi makan daging.

Tanam Pohon

Satu pohon berukuran agak besar dapat menyerap 6 kg CO2 per tahunnya. Dalam seluruh masa hidupnya, satu batang pohon dapat menyerap 1 ton CO2. United Nations Environment Programme (UNEP) melaporkan bahwa pembabatan hutan menyumbang 20% emisi gas rumah kaca. Seperti kita ketahui, pohon menyerap karbon yang ada dalam atmosfer. Bila mereka ditebang atau dibakar, karbon yang pernah mereka serap sebagian besar justru akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Maka, pikir seribu kali sebelum menebang pohon di sekitar Anda. Pembabatan hutan juga berkaitan dengan peternakan. Tahukah Anda area hutan hujan seukuran 1 lapangan sepak bola setiap menitnya ditebang untuk lahan merumput ternak? Bila Anda berubah menjadi seorang vegetarian, Anda dapat menyelamatkan 1 ha pohon per tahunnya.

Bepergian yang Ramah Lingkungan

Cobalah untuk berjalan kaki, menggunakan telekonferensi untuk rapat, atau pergi bersama-sama dalam satu mobil. Bila memungkinkan, gunakan kendaraan yang menggunakan bahan bakar alternatif. Setiap 1 liter bahan bakar fosil yang dibakar dalam mesin mobil menyumbang 2,5 kg CO2. Bila jaraknya dekat dan tidak terburu waktu, anda bisa memilih kereta api daripada pesawat. Menurut IPCC, bepergian dengan pesawat menyumbang 3-5% gas rumah kaca.

Kurangi Belanja

Industri menyumbang 20% gas emisi rumah kaca dunia dan kebanyakan berasal dari penggunaan bahan bakar fosil. Jenis industri yang membutuhkan banyak bahan bakar fosil sebagai contohnya besi, baja, bahan-bahan kimia, pupuk, semen, gelas, keramik, dan kertas. Oleh karena itu, jangan cepat membuang barang, lalu membeli yang baru. Setiap proses produksi barang menyumbang CO2.

Beli Makanan Organik

Tanah organik menangkap dan menyimpan CO2 lebih besar dari pertanian konvensional. The Soil Association menambahkan bahwa produksi secara organik dapat mengurangi 26% CO2 yang disumbang oleh pertanian.

Gunakan Lampu Hemat Energi

Bila Anda mengganti 1 lampu di rumah Anda dengan lampu hemat energi, Anda dapat menghemat 400 kg CO2 dan lampu hemat energi 10 kali lebih tahan lama daripada lampu pijar biasa.

Gunakan Kipas Angin

AC yang menggunakan daya 1.000 Watt menyumbang 650 gr CO2 per jamnya. Karena itu, mungkin Anda bisa mencoba menggunakan kipas angin.

Jemur Pakaian Anda di bawah Sinar Matahari

Bila Anda menggunakan alat pengering, Anda mengeluarkan 3 kg CO2. Menjemur pakaian secara alami jauh lebih baik: pakaian Anda lebih awet dan energi yang dipakai tidak menyebabkan polusi udara.

Daur Ulang Sampah Organik

Tempat Pembuangan Sampah (TPA) menyumbang 3% emisi gas rumah kaca melalui metana yang dilepaskan saat proses pembusukan sampah. Dengan membuat pupuk kompos dari sampah organik (misal dari sisa makanan, kertas, daun-daunan) untuk kebun Anda, Anda bisa membantu mengurangi masalah ini!

Pisahkan Sampah Kertas, Plastik, dan Kaleng agar Dapat Didaur Ulang

Mendaur ulang aluminium dapat menghemat 90% energi yang dibutuhkan untuk memproduksi kaleng aluminium yang baru – menghemat 9 kg CO2 per kilogram aluminium! Untuk 1 kg plastik yang didaur ulang, Anda menghemat 1,5 kg CO2, untuk 1 kg kertas yang didaur ulang, Anda menghemat 900 kg CO2.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Pemanasan global telah menjadi permasalahan yang menjadi sorotan utama umat manusia. Fenomena ini bukan lain diakibatkan oleh perbuatan manusia sendiri dan dampaknya diderita oleh manusia itu juga. Untuk mengatasi pemanasan global diperlukan usaha yang sangat keras karena hampir mustahil untuk diselesaikan saat ini. Pemanasan global memang sulit diatasi, namun kita bisa mengurangi efeknya.Penangguangan hal ini adalah kesadaran kita terhadap kehidupan bumi di masa depan. Apabila kita telah menanamkan kecintaan terhadap bumi ini maka pmanasan global hanyalah sejarah kelam yang pernah menimpa bumi ini.

3.2 SARAN

Kehidupan ini berawal dari kehidupan di bumi jauh sebelum makhluk hidup ada. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikan bumi ini harus beberapa dekade kah kita memikirkannya. Sampai pada satu sisi dimana bumi ini telah tua dan memohon agar kita menjaga serta melstarikannya. Marilah kita bergotong royang untuk menyelematkan bumi yang telah memberikan kita kehidupan yang sempurna ini. Stop global warming.
Selengkapnya...

IT Ikut Andil dalam Pemanasan Global

Pemanasan Global ternyata telah memaksa semua bidang industri untuk berpikir keras untuk mengusahakan penanganannya, tanpa terkecuali bidang Teknologi. Hal ini dikarenakan oleh parahnya dampak kerusakan yang ditimbulkannya bagi ekosistem dan kelangsungan kehidupan manusia secara luas.

Menurut penelitian Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC), sebuah lembaga internasional beranggotakan lebih dari 100 negara yang diprakarsai PBB, pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan suhu di dunia sekitar 0,6 hingga 0,7 derajat, sedangkan di Asia lebih tinggi lagi, yaitu 10 derajat. Hal ini berdampak pada melelehnya Gleser (Gunung Es) di Himalaya dan Kutub Selatan serta berkurangnya ketersediaan air di daerah-daerah tropis sebanyak 20% hingga 30%. Melelehnya Gleser di Himalaya dan Kutub Selatan sendiri berdampak secara langsung pada peningkatan permukaan air laut setinggi 4-6 meter. Jika hal ini terus menerus dibiarkan maka pada tahun 2012 air laut akan mengalami kenaikan lagi sekitar 7 meter. Dengan begitu otomatis ekosistem dan kehidupan di daerah pesisir dan kepulauan akan terancam punah.

Sedangkan perubahan secara umum yang dirasakan dunia saat ini adalah semakin panjangnya musim panas dan semakin pendeknya musim hujan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup dunia secara luas.

Berangkat dari keprihatinan inilah berbagai bidang industri kini mau tidak mau harus memikirkan langkah penanganan pemanasan global ini. Dimulai dari pengurangan emisi gas buang dari sektor industri dan transportasi yang selama ini dituding sebagai salah satu kontributor utama pemanasan global, hingga penciptaan teknologi yang ramah lingkungan untuk berbagai produk mulai dari alat transportasi hingga berbagai perlengkapan elektronik dan komputer yang ramah lingkungan pun mulai dibuat.
Bidang industri Teknologi Informasi walaupun tidak terkait secara langsung pemanasan global seperti halnya bidang pertanian dan lingkungan hidup, namun harus mampu menghadirkan teknologi yang mendukung penanggulangan global warming atau pemanasan global ini. Hal ini disebabkan karena pada berbagai bidang usaha yang ada di dunia saat ini, teknologi informasi telah menjadi tulang punggung bergeraknya industri yang ada. Mulai dari mesin-mesin di pabrik yang mempergunakan mikrokomputer hingga proses komputasi di perkantoran yang juga mempergunakan komputer. Secara tidak langsung hal-hal tersebut di atas telah menunjukkan bahwa bidang IT telah banyak menyedot penggunaan energi dunia secara luas, Hal inilah yang mengharuskan bidang teknologi informasi untuk berpikir keras menciptakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi ramah lingkungan sebenarnya tidak semata diukur dari tingkat emisi gas buang yang dihasilkan, namun juga banyaknya konsumsi energi yang dibutuhkan dalam suatu proses industri, karena energi ini umumnya juga didapatkan dari alam baik dalam bentuk energi mineral maupun non mineral.

Salah satu langkah yang diambil oleh sebuah vendor komputer terkemuka di dunia IBM saat ini adalah konsep pembuatan datacenter ‘hijau’ atau ramah lingkungan. Hal ini dipicu oleh data yang menyebutkan bahwa 1,5% dari penggunaan energi listrik di Amerika dipergunakan untuk operasional datacenter, yang menurut laporan tahun 2005 saja telah menghabiskan listrik sebesar 45 milyar KWh, hanya untuk Amerika saja. Hal ini berimplikasi langsung terhadap persediaan persediaan listrik dan distribusinya, disamping tentu saja emisi gas yang ditimbulkan. Sebagai akibatnya, setiap dolar dari server baru akan mengeluarkan biaya sebesar USD 0,52 untuk power dan pendinginan. Angka ini diprediksikan meningkat hingga 37% pada empat tahun mendatang menjadi USD 0,7.

Selain IBM, vendor CISCO pun tengah berpikir keras untuk mengupayakan teknologi yang dapat mengurang dampak global warming ini. Menurut Pudja Unggul Kartiman, Director Cross Industry PT Cisco Systems Indonesia, apa pun penerapan teknologi yang ada, misalnya di real estate, gabungan energi yang dimiliki akan mengarah pada solusi seperti unified communication. Solusi ini menggabungkan pemanfaatan traffic suara dan mobility sehingga bisa terkoneksi. Dengan demikian, jika semuanya berbasis IP, maka masing-masing tidak harus punya infrastruktur sendiri-sendiri karena sudah konvergen. Lebih lanjut Pudja menyatakan, penghematan bahkan bisa ditekan hingga 30%. Hal ini salah satunya karena 4% dari biaya bisa dihemat jika semuanya dikonvergensikan menjadi satu.

Hasil yang diharapkan dari langkah IBM dan CISCO ini di masa yang akan datang diharapkan dapat mengantisipasi semakin buruknya dampak global warming atau pemanasan global dunia.
Selengkapnya...

Global Warming Sebabkan Binatang Mengecil

klim bumi semakin lama semakin panas. Efek pemanasan global pun kian menjadi ancaman. Peneliti juga menemukan bahwa efek pemanasan global tersebut berpengaruh juga pada ukuran binatang yang ada sekarang. Dengan suhu bumi yang semakin meningkat, ukuran hewan yang kini ada pun jadi semakin mengecil. Efek pengkerdilan binatang ini tidak hanya terkadi di satu bagian bumi saja tapi sudah berdampak menyeluruh mulai dari beruang kutub di Artik hingga coral reefs di laut tropis.

Hubungan antara peningkatan suhu bumi dengan ukuran binatang memang terbukti ada, ujar Martin Daufresne dari Aix-en-Provence, badan penelitian dari Prancis. “Menjadi kecil berarti mengindikasikan pada spesies yang berukuran kecil, tetapi itu juga berarti bahwa sepsis tersebut terlihat lebih muda atau lebih kecil daripada umurnya,” Daufresne menjelaskan.

Ia dan rekannya menggunakan survey jangka panjang untuk melakukan pengukuran pada beberapa komunitas akuatik yang terdiri dari berbagai macam organisme, termasuk bacteria, pitoplankton, dan ikan yang tinggal pada berbagai macam lingkungan mulai dari sungai hingga air laut. Penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata komunitas tersebut akan semakin mengecil seiring dengan meningkatnya termperatur setiap harinya.

Contohnya, komunitas ikan yang hidup di Sungai besar di Perancis. Peneliti menemukan adanya pengurangan ukuran ikan sebesar 60% dari waktu ke waktu selama dua ratus tahun, ujar Daufresne kepada LiveScience. Ia juga menjelaskan bahwa hubungan antara global warming dengan pengerdilan ukuran yang terjadi masih belum jelas dan perlu penelitian yang jauh lagi. Namun, satu hal yang pasti adalah global warming telah berpengaruh pada ukuran fisik makhluk hidup di seluruh bagian dunia.

Penelitian pada satwa di laut juga mendorong peneliti lain membuktikan efek global warming ini pada satwa yang hidup di darat. Peneliti lainnya kemudia mencoba mengamati domaba-domba di Skotlandia. Ternyata, hipotesis yang menyatakan bahwa suhu mempengaruhi ukuran hewan semakin mengecil benar adanya. Domba skotlandia juga semakin mengecil jika dibandingkan ukurannya semula pada beberapa abad sebelumnya.

Daufresne juga melihat bahwa akibat dari adanya pengerdilan ini akan berdampak pada rantai makanan. “Ukuran spesies ini akan berpengaruh pada rantai makanan. Semakin besar sebuah makhluk pasti akan semakin tinggi urutan dalam rantai makanan,” ujar Daufresne.

Mungkin karena global warming ini juga ukuran manusia hingga ukuran binatang juga semakin mengecil. Jika pada tempo dulu, ukuran manusia begitu besar, kini ukuran manusia pun tidak lebih dari dua meter. Jika pada masa purba dulu, binatang yang hidup semacam dinosaurus dan kawan-kawan, kini binatang-binatang besar itu pun sudah punah. Inilah satu dari sedikit dampak nyata dari sebuah global warming yang telah menjadi keprihatinan dunia Selengkapnya...

Proses-Proses Khusus Yang Terjadi Di Lapisan Lithosfer Dan Atmosfer Yang Terkait Dengan Perubahan Zat Dan Kalor 9.2

Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:
Kompetensi Dasar :

1. Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor

PROSES-PROSES DI LITOSFER DAN ATMOSFER
Pembentukan Batuan
Berdasarkan cara terjadinya. batuan dapat dibedakan menjadi batuan beku, endapan (sedimen), dan malihan (metamorf).
Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk karena pembekuan magma. Magma adalah bahan liat dan panas yang terdapat di bagian dalam tubuh bumi. Jika keluar dari tubuh bumi, magma akan membeku. Hal ini terjadi karena suhu di bagian kulit bumi jauh lebih rendah dibandingkan dengan suhu di dalam tubuh bumi. Berdasarkan tempat terjadinya proses pembekuan. batuan beku dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu batuan beku dalam, batuan beku luar atau leleran, dan batuan beku korok.
l) Batuan Beku Dalam
Batuan beku dalam terjadi dari pembekuan magma secara perlahan-lahan di dalam kulit bumi yang jauh dari permukaan bumi. Batu ini berwarna putih sampai abu-abu (kadang-kadang jingga) sehingga banyak digunakan untuk menghias taman atau bangunan. Contoh batuan beku dalam adalah batu granit.

2) Batuan Beku Luar
Batuan beku luar terjadi dari pembekuan magma secara tiba-tiba di permukaan bumi. Batuan beku luar seperti ini disebut batu kaca atau obsidian. Ada juga batuan beku luar yang mengandung rongga-rongga yang berisi banyak gas. Batuan seperti ini disebut batu apung atau batu timbul. Contoh yang lain adalah batu basal. Batu ba sal terbentuk dari pendinginan magma yang gasnya telah menguap, terdiri atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau keabu-abuan, dan berlubang-lubang.
3) Batuan Beku Korok
Pembekuan yang terjadi di bagian dalam bumi berjalan lambat. Oleh karena itu, terjadilah pendinginan cairan magma di sela-sela saluran magma. Pendinginan cairan magma itu menyebabkan terbentuknya batuan. Batuan seperti itu disebut batuan korok. Contoh batuan beku korok adalah granit posfer dan diorit.
Batuan Endapan (Sedimen)
Batuan endapan terbentuk karena adanya peristiwa pelapukan (perombakan) batuan di permukaan bumi. Hasil pelapukan tersebut berupa butiran-butiran yang bermacammacam ukurannya. Butiran-butiran hasil pelapukan ada yang menumpuk di tempatnya dan ada yang terangkut oleh air atau angin. Setelah mengendap cukup lama, butiran-butiran tersebut menyatu dan terbentuklah batuan endapan. Berdasarkan bentuk butirannya, batuan endapan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu konglomerat dan breksi. Konglomerat adalah batuan endapan yang butirannya kasar dan bundar, sedangkan breksi adalah batuan endapan yang butirannya kasar dan bersudut-sudut tajam. Selain konglomerat dan breksi, masih ada beberapa batuan yang termasuk batuan endapan, antara lain batu pasir, serpih, dan kapur.
Batu pasir berasal dari endapan pasir yang mengeras. Batu pasir mempunyai wama beraneka ragam bergantung pada warna endapan pasir penyusunnya. Batu serpih berasal dari endapan mineral yang halus dan licin sehingga sangat mudah retak. Warna batu serpih bermacam-macam, antara lain hitam, hijau, kuning. abu-abu, dan merah. Batu serpih disebut juga batu lempung karena terbentuk dari endapan lempung.
Batu kapur terbentuk dari organisme-organisme yang telah mati. Organisme tersebut antara lain siput, kerang, dan hewan lainnya. Rangka hewan banyak mengandung kapur. Jika mati, rangka hewan tidak musnah, tetapi memadat membentuk batu kapur.
Batuan Malihan (Metamorf)
Batuan malihan terjadi karena metamorfosis (proses malih) batuan dalam kerak bumi. batuan ini dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat tekanan dan suhu yang. tinggi. Tekanan yang tinggi disebabkan oleh tindihan batuan di atasnya, sedangkan suhu yang tinggi disebabkan oleh kedekatan atau persentuhan dengan magma. Batuan endapan atau beku dapat berubah menjadi batuan malihan. Contoh batuan endapan yang malih menjadi batuan metamorf. antara lain:

1. batu pualam atau marmer, berasal dari batu gamping;
2. sabak atau batu tulis, berasal dari serpih
3. grafit (bahan pensil), berasal dlari karbon;
4. kuarsit, berasal dari batu pasir;
5. antrasit, berasal dari batu bara.

Pelapukan Batuan

Batuan penyusun kerak bumi dapat berubah menjadi tanah setelah mengalami pelapukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa batuan merupakan balran dasar tanah. Pelapukan batuan terjadi sebagai akibat perubahan iklim, cuaca. kelembapan udara. gerak
angin. aliran air, dan sinar matahari. Proses ini berlangsung sangat lama. Akibatnya. batuan-batuan dapat melapuk menjadi tanah.
Dalam proses tersebut, bahan-bahan penyusun tanah mengalami pelapukan atau penguraian sehingga terbentuk tubuh tanah. Tubuh tanah terdiri dari beberapa lapisan, antara lain lapisan tanah humus, tanah lempung dan pasir, batuan lunak, dan batuan keras.
Lapisan tanah humus (lapisan paling atas) merupakan lapisan yang paling subur karena tanahnya gembur dan terdapat mineral-mineral yang diperlukan oleh tanaman. Karena letaknya paling atas, lapisan tanah humus akan terkikis lebih dulu jika terjadi hujan. Peristiwa pengikisan tanah disebut erosi tanah.
Selain mengikis lapisan tanah humus, aliran air pada daerah yang miskin tumbuhan juga mengikis tanah.

Proses di Atmosfer

Bagian-Bagian Udara

Udara tersusun atas campuran gas-gas, debu, dan uap air. Campuran gas-gas dalam udara tidak berwarna dan tidak dapat dilihat.


Gas
Nitrogen
78.00 %
Oksigen
21,00 %
Gas mulia
0,93 %
Karbon dioksida
0,03 %
Gas lain
0,04 %
Jumlah
100,00 %

Gas Nitrogen (N2) sangat penting untuk tumbuh-tumbuhan. Hal ini disebabkan gas nitrogen merupakan bahan utama penyubur tanah. Jadi gas nitrogen sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia.

Gas oksigen (O2), merupakan gas yang diperlukan untuk pembakaran makanan dalam tubuh makhluk hidup. Pembakaran tersebut menghailkan energi dimana energi ini dibutuhkan untuk melakukan segala aktivitas manusia.
Karbon dioksida (CO2) merupakan gas hasil pernapasan. Gas ini sangat diperlukan tumbuhan untuk proses fotosintesis. Dalam udara, karbon dioksida berfungsi sebagai penyimpan panas yang dipancarkan oleh bumi. Jika di atas permukaan bumi tidak ada karbon dioksida, bumi akan menjadi sangat dingin. Namun jika terlalu banyak karbon dioksida maka permukaan bumi akan menjadi sangat panas.
Gas mulia dapat berupa argon (Ar), kripton (Kr), neon (Ne), atau xenon (Xe) merupakan gas-gas yang sulit bereaksi dengan unsur-unsur lain. Neon dan argon banyak digunakan untuk mengisi bohlam (lampu pijar).
Gas lain dapat berupa hidrogen dan ozon. Helium (He) dan hidrogen (H2) merupakan gas yang sangat ringan. Oleh karena itu, dalam atmosfer letaknya di lapisan bagian atas. Gas-gas tersebut sering digunakan sebagai pengisi balon. Di matahari, terjadi reaksi fusi (penggabungan) gas-gas hidrogen menjadi helium. Dari reaksi tersebut dihasilkan energi yang sangat besar. Energi inilah yang merupakan sumber energi bagi kehidupan di bumi.
Ozon (O,) merupakan salah satu bentuk molekul oksigen. Gas ozon terletak di bagian adalah cahaya matahari yang mempunyai energi sangat tinggi. Sinar ini sangat berbahaya jika yang sampai di bumi terlalu banyak
Lapisan-lapisan Atmosfer

Gas-gas penyusun atmosfer tidak dapat lepas (meninggalkan) dari bumi karena pengaruh gaya gravitasi bumi. Karena massa gas-gas tersehut tidak sama, pengaruh gaya gravitasi terhadap gas-gas dalam atmosfer juga tidak sama. Akibatnya, distribusi gas-gas dalam lltlxosfer juga tidak sama. Gas yang mempunyai massa besar banyak terdistribusi dekat permukaan bumi, scdangkan gas ringan banyak terdistribusi jauh dari permukaan bumi. Karena tebalnya (tingginya) lapisan atmosfer, suhu tiap bagian atmosfer menjadi tidak sama. Berdasarkan kenyataan ini. kita dapat membagi atnrosfer menjadi beberapa lapisan.

a. Troposfer
Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang mernpunyai ketinggian sekitar 0 km sampai 10 km. Hampir 80% massaseluruh gas penyusun atmosfer berada pada lapisan ini. Selain itu. peristiwa-peristiwa cuaca juga terjadi pada lapisan ini. Makin jauh dari permukaan bumi, suhu udara makin rendah. Setiap naik 1 km suhu udara turun kira-kira 6,5 oC. Namun, setelah mencapai ketinggian tertentu (sekitar l0 km), penurunan suhu udara tidak terjadi lagi. Di sinilah batas lapisan troposfer.

b. Stratosfer
Lapisan ini berada di atas lapisan troposfer dengan ketinggian sekitar 10 km sampai 50 km. Pada lapisan ini, suhunya akan naik jika tempatnya makin tinggi. Di bagian atas lapisan stratosfer, terdapat lapisan ozon (O,). Ozon mempunyai daya serap yang kuat terhadap radiasi sinar ultraviolet dari rnatahari. Itulah sebabnya, ozon dikatakan perisai makhluk hidup di permukaan bunri dari radiasi sinar utraviolet.

c. Mesosfer
Mesosfer berada di atas lapisan stratosfer dengan ketinggian sekitar 50 km sampai 80 km. Pada lapisan ini tidak ada gas yang dapat menahan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, pada lapisan ini suhu akan makin rendah jika tempatnya makin tinggi. Bahkan, suhu pada lapisan ini dapat mencapai -140'C.

d. Termosfer
Termosfer adalah lapisan di atas mesosfer dengan ketinggian sekitar 80 km sampai 400 km. Lapisan ini juga disebut lapisan panas. Disebut demikian karena suhu pada lapisan ini akan naik jika tempatnya makin tinggi. Pada lapisan ini, gas oksigen banyak menyerap sinar ultraviolet dari matahari.

e. Ionosfer
Lapisan ionosfer terletak kira-kira 80 km-450 km di atas permukaan bumi. Dalam lapisan ini, molekul-molekul nitrogen dan oksigen banyak melepaskan elektron setelah menyerap sinar ultraviolet. Akibatnya, pada lapisan ini banyak terdapat ion-ion positif dan elektron bebas. Peristiwa seperti ini disebut ionisasi. Pada keadaan tertentu elektron bebas dapat menumbuk ion positif. Akibat tumbukan tersebut, ion positif berubah menjadi atom netral. Peristiwa seperti ini disebut rekombinasi. Ionosfer dapat memantulkan gelombang radio. Pemantulan tersebut dapat berlangsung beberapa kali antara lapisan ionosfer dan permukaan bumi. Akibatnya, gelombang radio dapat mencapai tempat yang sangat jauh. Itulah sebabnya. kita dapat mendengarkan siaran radio atau televisi dari pemancar yang letaknya sangat jauh.

f. Eksosfer
lapisan ini merupakan lapisan atmosfer paling luar. Pada lapisan ini hampir tidak ada tekanan udara. Dengan kata lain, berat udara pada lapisan ini sama dengan nol (tidak ada pengaruh gravitasi bumi). Akibatnya, molekul-molekul gas pada lapisan ini dapat menunggalkan atmosfer menuju angkasa luar.
Pemanasan Udara oleh Matahari

Sinar matahari dipancarkan ke segala arah, tetapi hanya sebagian kecil yang sampai ke bumi. Namun, sinat itu sudah cukup sebagai sumber panas bagi kehidupan di bumi. Sebenarnya, bumi juga memacarkan panas ke udara. Namun, panas tersebut terlalu kecil dibandingkan panas matahari.
Sinar matahari yang sampai ke atmosfer, 36 % dipantulkan kembali ke angkasa, 19 % diserap, dan 45 % sampai ke permukaan bumi. Panas yang sampai ke bumi inilah yang memanasi daratan, lautan, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Panas yang sampai ke permukaan bumi sebagian besar oleh bumi dan sebagian kecil dipantulkan. Adapun banyaknya sinar matahari yang diserap oleh permukaan bumi ditentukan oleh empat faktor, yaitu :

1. sifat muka bumi, bagian muka bumi yang lebih gelap mempunyai daya serap lebih besar
2. kemiringan sinar matahari, makin tegak sinar matahari makin banyak sinar yang diserap
3. lama penyinaran, makin lama penyinaran makin banyak sinar yang terserap
4. keadaan awan, makin banyak awan makin sedikit sinar matahari yang sampi ke bumi

sinar matahari yang diserap oleh bumi, hampir semuannya dipancarkan kembali. Adanya pemacaran kembali inilah yang menyebabkan suhu di permukaan bumi stabil. Artinya, bumi tidak makin panas atau makin dingin. Panas yang dipancarkan kembali oleh bumi merupakan sumber panas utama atmosfer bagian bawah. Itulah sebabnya, suhu do troposfer makin tinggi makin rendah.
Cuaca

Cuaca adalah keadaan lapisan udara (tropoefer) di suatu tempat yang tidak luas pada saat tertentu dan dalam waktu yang tidak terlali lama. Adapaun cuaca rata-rata pada suatu wilayah yang luas dan dalam waktu yang alam disebut iklim. Cuaca dapat diamati berdasarkan unsur-unsur cuaca. Unsur-unsur yang dimaksud, antara lain suhu udara, tekanan udara, kelembapadn udara, angin, awan, dan curah hujan.

a. Suhu Udara
suhu udara diukur dengan termometer. Namun, dapat juga digunakan termometer pencatat (termograf). Pada termometer pencatat, derajat suhu tercatat secara otomatis setiap pergantian suhu. Kertas catatannya dinamakan termogram. Dari hasil pencatatan suhu, baik yang ditunjukkan oleh termometer biasa atau termometer pencatat, ditunjukkan bahwa suhu udara selalu berubah sepanjang hari. Suhu tertinggi biasanya dicapai pada pukul 13.00 sampai 14.00 (siang), sedangkan suhu terendah dicapai pada pukul 04.00 sampai 05.00 (pagi). Selain itu, juga dapat ditunjukkan bahwa suhu di setiap tempat tidak sama. b. tekanan udara
Besarnya tekanan udara di permukaan laut adalah 1 atm. Besarnya tekanan udara dapat diukur dengan barometer.
Selengkapnya...